Pages

Rabu, 01 April 2015

INFO PPDB MTsN BABAT TP. 2015/2016



PANITIA PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU
MTs NEGERI BABAT TAHUN PELAJARAN 2015/2016


A.    KETENTUAN:

1.      Jalur Prestasi:

a.       Finalis Olimpiade MIPA MTsN tahun 2015 diteerima tanpa tes. Rangking 6 – 100 (MTK) dan 6 – 150 (IPA) dapat diterima dengan mengikuti tes baca tulis Alqur’an.
b.      Siswa yang terbaik yang memiliki peringkat 1 – 10 pada kelas VI semester I dan II dengan nilai rata-rata raport 8,00 dapat diterima dengan mengikuti tes umum (akademik) dan tes baca tulis Alqur’an.
c.       Pendaftaran                                         : tgl 25 - 29 Mei 2015 jam 08.00 – 14.00 WIB.
d.      Tes umum dan baca tulis alqur’an       : tgl 30 Mei 2015
e.       Pengumuman lulus tes                        : tgl 1 Juni 2015
f.       Daftar Ulang                                       : tgl  1 dan 3 Juni 2015
g.      Tes IQ dan Pemetaan                          : tgl 15 Juni 2015 jam 08.00 - selesai

2.      Jalur Reguler:

a.       Pendaftaran                                         : tgl 1-9 Juni 2015 jam 08.00 – 14.00 WIB.
b.      Tes umum dan baca tulis Alqur’an     : tgl 10 Juni 2015
c.       Pengumuman lulus tes                        : tgl 11 Juni 2015
d.      Daftar Ulang                                       : tgl 11-12 Juni 2015
e.       Tes IQ dan Pemetaan                          : tgl 15 Juni 2015 jam 08.00 - selesai

B.     SYARAT ADMINISTRASI PENDAFTARAN:

a.   Jalur Prestasi:

1.   Mengisi formulir pendaftaran
2.   Menyerahkan raport asli dan fotokopi kelas VI semester I dan II rangking 1-10 nilai rata-rata min. 8,00  diligalisir (1 lembar)
3.   Menyerahkan pas foto ukuran 3 x 4 (3 lembar)
4.   Menyerahkan 1 lbr fotokopi Piagam penghargaan minimal tingkat kecamatan (jika ada)

b.   Jalur Reguler:

1.   Mengisi formulir pendaftaran
2.   Menyerahkan fotokopi ijazah atau Surat Keterangan lulus MI/SD diligalisir
3.   Menyerahkan pas foto ukuran 3 x 4 (3 lembar)
4.   Menyerahkan 1 lbr fotokopi Piagam pernghargaan minimal tingkat kecamatan (jika ada)

C.    PROGRAM UNGGULAN:

1.      Kelas PDCI / Peserta Didik Cerdas Istimewa (2 thn lulus)) maksimal 20 peserta didik
2.      Kelas Unggulan maksimal 30 peserta didik per kelas (diperkirakan 3 kelas)
              Babat, 1 April 2015
                   Panitia

Minggu, 08 Februari 2015

KINERJA DAN DURASI KERJA

         
         Pemberlakuan jam kerja bagi PNS (khususnya di lingkungan kemenag) yang rata-rata 7 s/d 8 jam per hari benar-benar berdampak signifikan terhadap perilaku kerja tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Jam kerja 37,5 s/d 40 jam perminggu diharapkan mampu mendongkrak etos kerja dan produktifitas kerja di lingkungan masing-masing. Durasi yang relatif lebih lama dalam melaksanakan kerja diharapkan diikuti kualitas kerja yang juga semakin meningkat.
         Guru dan tenaga kependidikan di lingkungan kemenag mendapatkan fasilitas uang makan (lauk pauk) perbulan yang seharusnya mampu menstimulus bagi peningkatan etos kerja mereka. Faktanya, sistem absen kehadiran yang direkam menggunakan teknologi komputer, baik finger print maupun face-scan hanya sebatas memenuhi durasi jam dan belum menyentuh pada peningkatan kualitas , etos dan produktifitas kerja itu sendiri. Padahal, kinerja seharusnya diukur dengan parameter-parameter tersebut dan bukan "lamanya" keberadaan di tempat kerja (sekolah, kantor dan lain-lain). Bahkan sungguh ironis ketika banyak di antara pendidik dan tenaga kependidikan serta karyawan kantor yang hanya "check-lock" atau "face-scan" di awal dan akhir waktu saja, sementara durasi selama kerja "tidak jelas" apa dan bagaimana seharusnya mereka bekerja memberikan pelayanan yang prima.
         Tentu fakta di atas tidak bersifat general. Masih banyak guru dan tenaga pendidik yang benar-benar berusaha mengisi durasi waktu kerja yang panjang itu dengan berbagai aktifitas positif dan produktif. Aktifitas positif, kreatif dan sekaligus produktifantara lain bisa berupa hal-hal berikut:

1. Membuat perencanaan pekerjaan yang akan dilakukan, melaksanakan secara optimal, mengevaluasi dan merefleksi untuk kerja berikutnya.
         Seorang pendidik misalnya, setelah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)  disusun, materi disiapkan, media dirancang dengan baik, beliau akan berusaha mengeksekusi rencana tersebut secara maksimal. Beliau akan berusaha tampil prima di depan kelas, penuh semangat dan mencerahkan peserta didiknya. Membuka pelajaran dengan sesuatu yang "menarik" dan "unik" sehingga membangkitkan motivasi peserta didik untuk mengekplorasi rasa ingin tahu terhadap materi yang akan dipelajarinya. Pada tahap ini beliau sudah 'sukses' diawal pelajaran. Selanjutnya seorang guru tinggal menfasilitasi peserta didik untuk belajar dan sharing dengan teman-temannya di kelas. Presentasi baik lisan maupun tulisan juga diperlukan pada tahap selanutnya karena bisa melatih kemampuan komunikasi pada diri peserta didik.

2. Mengevaluasi setiap aktivitas atau pekerjaan yang telah dilakukan.
         Memang kendala terbesar pada guru (setiap orang) pada umumnya adalah kepekaan untuk menilai sejauh mana pekerjaan itu telah dilakukan dengan baik. Keberanian untuk menilai, terutama kekurangan yang ada, akan menjadi modal yang sangat berharga bagi penyempurnaan pekerjaan selanjutnya. Belajar dari kekurangan untuk kemudian menyempurnakankannya itulah sesungguhnya proses belajar. Berani berubah setiap saat ke arah yang lebih baik, itulah hakekat perubahan. Banyak orang yang nyaman berada di zona aman, zona nyaman (comfort zone) sehingga ia bersifat imun (kebal) terhadap perubahan. Ini sangat berbahaya bagi sebuah kemajuan kerja. Ini menghambat produktifitas kerja.

3. Mengoptimalkan kelompok kerja (peer-sharing).
         Keberadaan MGMP, KKG dan forum lainnya merupakan wadah yang tepat untuk membangun adanya peningkatan kinerja. Banyak guru yang merasa 'jenuh' karena seolah tidak ada kegiatan yang harus dilakukan sementara mereka berada di sekolah rata-rata 7 - 8 jam perhari. Menurut penulis, jikalau para guru mampu memanfaatkan 2-4 jam saja perminggunya untuk sharing melalui diskusi atau sharing bersama-sama dalam forum MGMP maka banyak hal baru yang akan mereka dapatkan. Misalnya, para guru matematika bisa sharing tentang soal-soal yang sulit, materi-materi yang esensial dan paling sulit diterima oleh peserta didik, penggunaan soft-ware dalam pembelajaran, penggunaan media (peraga), pemantapan materi-materi olimpiade metematika dan lain-lain. Semua masalah (topik) itu bisa dijadikan sebagai sarana dan bahan diskusi sesama teman sebaya. Yang menjadi kendala biasanya kesiapan mental untuk memberi dan menerima 'pengalaman' dari teman sebaya. Kesadaran diri bahwa 'semua guru adalah sama, ada kekurangan dan punya kelebihan' merupakan modal yang sangat penting bagi kemajuan bersama. Bertambahnya kemampuan hanya bisa diraih bagi mereka yang mau berbagi dan merasa kurang. Sebaliknya jika guru sudah merasa lebih maka yang dipunyai sebenarnya hanya itu saj, tidak akan pernah bertambah, akan stagnan.

4. Partisipasi dalam forum ilmiah.
        Salah satu 'penyakit' yang bersifat umum adalah kemampuan menulis ilmiah. Tradisi menulis bagi guru masih sangat rendah. Mereka berdalih kurang atau tidak punya waktu untuk menulis. Padahal menulis itu bisa dilakukan dengan cara merefleksikan apa yang sudah biasa dilakukan di kelas. Permasalahan yang muncul di kelas saat mengajar peserta didik, kesluitan memahami sebuah konsep, kesalahan konsep (miskonsepsi) dan lain-lain) adalah hal-hal yang menarik untuk ditulis. Sebenarnya kesulitan menulis itu sendiri disebabkan oleh kemauan untuk memulai menulis. Kita terkadang enggan untuk memulai menulis sesuatu, padahal kita telah biasa melakukan sesuatu itu. Pada tahap awal menulis, banyak kesalahan itu wajar, banyak kekurangan itu hal yang biasa. Namun yang terpenting adalah jangan pernah berhenti untuk mencoba menulis. Teruslah menulis. Bagikan ide dalam tulisan itu ada orang lain dan mintalah masukan kritik dan saran. Jika kita rajin melakukannya, niscaya kita bisa menulis. Cobalah berani untuk menulis artikel di media atau forum seminar. Keberanian ini hal yang utama dan penting. Masalah layak atau tidaknya untuk dimuat itu masalah lain. Jadilah guru yang berani menulis. Pasti ide-ide kita akan semakin luas tersebar dan dinikmati oleh orang lain. semoga ilmu kita semakin lebih bermanfaat. Amin.  


Jumat, 12 Desember 2014

METAMORFOSIS K-13 ?

          Menarik untuk menyimak pemberitaan yang dimuat di beberapa media masa, baik elektronik maupun cetak dengan isu sentral pemberlakuan Kurikulum 2013 (K-13). Mendikdasmen, Anies Baswedan secara tegas menyampaikan bahwa pemberlakuan K-13 sangat rentan terhadap ke-tidaksiap-an baik guru maupun buku ajar. Bahkan terkesan dipaksakan tanpa persiapan yang matang. Belum lagi kebingungan dan kesulitan yang dialami oleh banyak guru tentang penilaian, khususnya aplikasi menyajikan dalam laporan hasil peserta didik (raport). Apalagi di Indonesia masih banyak rombongan belajar (kelas) dengan jumlah peserta didik lebih dari 32 anak. Jika seorang guru mengajar 9 kelas saja maka ada sekitar 288 peserta didik yang harus ia cermati proses perkembangan maupun penilaian peserta didiknya. Padahal ada beberapa guru yang mengajar 12 kelas. Ini tentu bukan pekerjaan yang mudah.
          Akan tetapi, beberapa tokoh, misalnya Wapres Jusuf Kalla memberikan statemen bahwa K-13 jalan terus dan tidak mungkin untuk diberhentikan begitu saja. Demikian pula mantan mendiknas M. Nuh mengisyaratkan bahwa terlalu dini untuk memberhentikan pemberlakuan K-13, sebelum mengevaluasi secara mendalam pelaksanaannya selama ini, diperlukan waktu dan tidak harus terburu-buru. Bahkan pihak Dikbub Jawa Timur secara khusus meminta pemberlakuan K-13 untuk semua sekolah di Jatim, walaupun hal itu tidak dikabulkan oleh mendikdasmen melalaui Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud Hamid Muhammad (Jawa Pos, 12 Desember 2014), karena pemberlakuan K-13 terbatas pada 6.221 unit sekolah yang telah ditunjuk. Tentu hal ini membingungkan bagi sekolah-sekolah karena meras tidak ada kepastian.
          Bagi kita, para pendidik dan praktisi pendidikan, pergantian kurikulum itu hal yang wajar dan suatu keniscayaan. Akan tetapi, ketika pemberlakuan itu belum berjalan lama bahkan ada yang belum tuntas satu semester dilaksanakan, tentu belum sepenuhnya menemukan 'pola' dan 'fakta' empiris terhadap efektifitas dan keunggulan dari kurikulum yang dimaksud. Konsekuensi lainnya sebagaimana dilansir oleh dikdik Bojonegoro (Jawa Pos 12 Desember 2014) antara lain: jam mengajar berkurang, efek sertifikasi dan tunjangan guru terkendala, tenaga honorer kehilangan jam mengajar, peserta didik kesulitan karena pada K-13 semester awal sudah penjurusan minat. Semua itu menjadi efek domino pemberhentian K-13.
          Lepas dari pro dan kontra, pemerintah sudah secara final mengambil kebijakan pemberlakuan K-13 terbatas pada sekolah-sekolah percontohan (seluruh Indonesia ada 6.221 sekolah), sedangan sekolah-sekolah yang lain kembali ke KTSP. Oleh karena itu, dimungkinkan ada dua kurikulum yang berlaku yaitu K-13 dan KTSP. Ini berkonsekuensi pada penilaian (raport, UN). Suatu saat akan ada dua jenis UN yang berdasarkan KTSP dan K-13. Memang semua bisa diatasi, namun kesan yang muncul adalah ketidakpastian menerapkan standar penilaian pada peserta didik. Mana standar (barometer) yang paling diakui. Hal itu tidak akan menjadi masalah jika UN dihapus atau ditiadakan. Sungguh suatu dilema yang berkepanjangan.
          Menurut hemat kami, apapun istilah kurikulum yang dibelakukan yang penting adalah adanya kemauan dan niat yang sungguh-sungguh dari semua komponen pendidikan untuk menjadikan peserta didik berkembang potensi yang dimilikinya. Berkembang secara utuh pisik, mental, akhlak, budi pekerti dan daya nalar dan daya cipta sehingga siap menjadi penerus bangsa yang handal dan mumpuni dan memiliki daya saing yang tinggi. Semoga saja, amin.

Kamis, 27 November 2014

4 Syarat Disebut Ikhlas dalam Belajar

Apa saja syarat disebut ikhlas dalam belajar? Karena banyak yang belajar namun jarang memperoleh hasil? Banyak yang duduk di majelis namun tidak membuahkan ilmu yang bermanfaat pada dirinya, akhlaknya masih buruk, juga interaksi dengan sesamanya jelek.
Para ulama selalu mewanti-wanti agar kita selalu ikhlas dalam beramal termasuk dalam belajar. Ilmu semakin mudah diraih jika disertai dengan ikhlas. Ilmu semakin jauh dari kita jika yang diharapkan adalah pujian manusia dan ridho selain Allah.
Sesungguhnya ikhlas dalam beramal adalah syarat diterimanya amal dan cara mudah mencapai tujuan. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5).
Dari ‘Umar bin Al Khottob, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Setiap amalan tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan yang ia niatkan.” (HR. Bukhari no. 54 dan Muslim no. 1907).
Abu Bakr  Al Marudzi berkata, “Aku pernah mendengar seseorang bertanya pada Abu ‘Abdillah -yaitu Imam Ahmad bin Hambal- mengenai jujur dan ikhlas. Beliau pun menjawab,
بهذا ارتفع القوم
“Dengan ikhlas semakin mulia (tinggi) suatu kaum).”
Guru kami, Syaikh Sholih bin ‘Abdullah bin Hamd Al ‘Ushoimi -semoga Allah senantiasa menjaga dan memberkahi umur beliau- berkata bahwa ikhlas dalam belajar agama (ilmu diin) jika diniatkan:
1- Untuk menghilangkan kebodohan dari diri sendiri.
2- Untuk menghilangkan kebodohan dari orang lain.
3- Menghidupkan dan menjaga ilmu.
4- Mengamalkan ilmu yang telah dipelajari.
Contoh dari ulama masa silam (ulama salaf), mereka selalu khawatir luput dari sifat ikhlas ketika belajar. Mereka sudah berusaha mewujudkan ikhlas tersebut dalam hati mereka. Namun untuk mengklaim, telah ikhlas, itu amatlah sulit. Sehingga dalam rangka wara’ (kehati-hatian), mereka tidak menyebut diri mereka ikhlas.
Hisyam Ad Dastawa-iy rahimahullah berkata,
والله ما أستطيع أن أقول: إني ذهبت يوما أطلب الحديث أريد به وجه الله
Sungguh aku tidak mampu berkata: aku telah pergi mencari hadits pada satu hari untuk mencari wajah Allah.
Imam Ahmad ditanya, “Apakah engkau telah menuntut ilmu karena Allah?” Jawab beliau,
لله! عزيز, ولكنه شيء حبب إلي فطلبته
“Karena Allah! Itu perkara besar (agung), namun aku berkeinginan kuat untuk terus meraihnya.”
Oleh karenanya, siapa yang luput dari ikhlas, maka ia telah luput dari ilmu dan kebaikan yang banyak. Sehingga ikhlas inilah yang mesti diperhatikan dalam setiap perkara yang nampak ataupun yang samar, yang tersembunyi atau yang terlihat.
Karena itu, kita harus terus berusaha memperbaiki niat. Sufyan Ats Tsauriy berkata,
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي لأنها تتقلب عليَّ
“Aku tidaklah pernah mengobati sesuatu yang lebih berat daripada memperbaiki niatku. Karena niatku dapat terus berbolak-balik.”
Sulaiman Al Hasyimiy berkata, “Terkadang ketika aku mengucapkan satu hadits saja, aku membutuhkan niat. Setelah aku beralih pada hadits yang lain, berubah lagi niatku. Jadi, memang betul menyampaikan satu hadits saja butuh niat ikhlas karena Allah.”
Semoga Allah beri kita hidayah untuk terus ikhlas dalam belajar dan beramal. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Referensi:
Ta’zhimul ‘Ilmi pada point kedua, karya -guru kami- Syaikh Sholih bin ‘Abdullah bin Hamd Al ‘Ushoimiy

 

web widgets
Apa pendapat anda tentang blog saya?
Sangat Bagus dan Mendidik0%
Sangat Bagus0%
Mendidik0%
Bagus0%
Buruk0%
Tidak Mendidik0%
Sangat Buruk0%
Sangat Buruk dan Tidak Mendidik0%